Kamis, 12 Januari 2012

Alat-alat Ukur Listrik 21
Telah dipahami bahwa elektron yang bergerak akan menghasilkan medan magnet yang
tentu saja dapat ditarik atau ditolak oleh sumber magnetik lain. Keadaan inilah yang
digunakan sebagai dasar pembuatan motor listrik serta meter listrik sederhana untuk
mengukur arus dan tegangan. Konstruksi dasar meter listrik diperlihatkan pada gambar
3.1
Gambar 3.1 Kostruksi dasar meter listrik
Meter dasar ini terdiri dari sebuah maget permanen berbentuk tapal kuda dengan
kutub-kutubnya berbentuk bulat. Sebuah kumparan dengan inti dari besi lunak
diletakkan sedemikian rupa di antara kedua kutub U dan S sehingga dapat berputar
dengan bebas. Sebuah jarum penunjuk dilekatkan pada kumparan dan akan bergerak
saat kumparan berputar.
Arus listrik yang akan diukur dilewatkan ke kumparan sehingga kumparan
tersebut akan menghasilkan medan maget (elektro maget). Kutub-kutub elektro maget
3ALAT-ALAT UKUR
LISTRIK
22 ELEKTRONIKA DASAR
akan berinteraksi dengan kutub maget permanen sehingga kumparan tersebut berputar
sesuai dengan besarnya arus yang melaluinya.
3.1 Penggunaan Meter Dasar
Pemakaian terpenting adalah sebagai alat ukur arus dan alat ukur tegangan. Pada
pemakaian sebagai ampere meter (ammeter), diupayakan semua arus pada suatu titik
cabang yang diukur dapat melalui ammeter. Tujuannya adalah pada titik cabang tersebut
seolah-olah terjadi hubung singkat, yaitu mempunyai resistansi rendah dan penurunan
tegangan yang rendah. Untuk pemakaian sebagai voltmeter (dipasang di antara dua
titik), diupayakan agar arus yang lewat ke meter (voltmeter) sekecil mungkin.
Tujuannya adalah agar di kedua titik sambungan seolah-olah merupakan rangkaian
terbuka, yaitu memiliki resistansi yang sangat besar atau dilewati arus yang sangat
kecil. Gambar 3.2 menunjukkan bagaimana kedua meter listrik tersebut dipasang pada
rangkaian. Suatu meter dasar biasanya memerlukan arus sebesar 1 mA (dan sekitar 0.1
V) untuk membuat difleksi skala penuh (full-scale deflection).
Gambar 3.2 Pemasangan voltmeter dan ammeter pada rangkaian.
3.2 Meter Dasar sebagai Ampere Meter
Kita dapat membuat sebuah meter dengan penunjukan arus skala penuh (batas ukur)
lebih besar dibandingkan dengan kemampuan dasarnya (tetapi dengan kemampuan
penunjukan tegangan skala penuh yang sama), yaitu dengan memasang hambatan shunt
secara paratel dengan meter tersebut.
Alat-alat Ukur Listrik 23
Gambar 3.3 Penunjukkan skala penuh meter dasar : a) ampermeter dan b) voltmeter.
Gambar 3.3(a) menmjukkan meter dengan penunjukkan skala penuh (batas
ukur) sebesar 1 mA akan diubah menjadi 1 A. Dengan menggunakan prinsip pembagi
arus didapat harga hambatan shunt sebesar:
( -1)
=
n
R
R m
p (3.1)
dimana n menunjukkan perbesaran batas ukur meter tersebut. Untuk kasus di atas, n
sebesar 1000 kali dan dengan demikian = 25􀀀 / 999 = 0,025􀀀 p R
Sebuah multimeter biasanya mempunyai beberapa skala batas ukur dengan
menghubungkan dengan terminal yang bersesuaian. Dalam hal ini hambatan shunt
sudah terpasang di dalam rangkaian meter. Gambar 3.4 menunjukkan meter dengan
batas ukur 2 dan 10 A yang dibuat dengan menggunakan prinsip di atas.
Gambar 3.4 Pemasangan shunt untuk mengubah batas ukur meter.
24 ELEKTRONIKA DASAR
3.3 Meter Dasar sebagai Voltmeter
Kita dapat juga memperbesar batas ukur sebuah voltmeter sebesar n kali batas ukur
dasarnya (dengan arus skala penuh yang sama), yaitu dengan memasang suatu hambatan
luar secara seri. Untuk rangkaian pada gambar 3.3-b menunjukkan sebuah meter dasar
dengan batas ukur arus maksimum sebesar 1 mA akan digunakan untuk mengukur
tegangan sebesar 2 V. Total resistansi (resistor luar + resistor meter) adalah sebesar
2 V/1 mA = 2000 W
dengan demikian hambatan luar yang harus dipasang sebesar
RS = (2000 - 25) W = 1975 W
Pada voltmeter dengan beberapa batas ukur biasanya dilengkapi dengan saklar untuk
memilih resistor seri yang sesuai.
Gambar 3.5 Pengaturan batas ukur meter dengan pemasangan resistor.
Contoh
Misalkan sebuah meter dasar 50mA memiliki hambatan sebesar 3000 W. Coba desain
sebuah multimeter yang dapat digunakan untuk pengukuran sampai pada batas ukur 100
mA, 1 mA, 1 V dan 10 V. Rangkaian yang sesuai diperlihatkan pada gambar 3.5.
Alat-alat Ukur Listrik 25
Jawab:
Pada batas ukur 100A, arus sebesar 50 mA harus mengalir melewati meter dan
hambatan ( 1 2 ) R + R . Jadi ( )

3000 1 2 R + R = .
Pada batas ukur 1 mA, arus sebesar 50 mA mengalir lewat ( )

3000 2 R + dan
sisanya sebesar 950 mA melalui 1 R . Jadi,
( )
( )

2700

300
19 6000
50 3000 3000
950 50 3000
2
1
1 1
1
1 2
=
=
= - +
= - +
= +
R
R
R R
R
R R
Pada batas ukur 1 V, mengalir arus sebesar 100 mA melalui meter dan 50 mA
melalui ( ) 1 2 R + R . Pada meter terdapat tegangan sebesar
0,15 V

50 ´ 3000 =
dengan demikian tegangan pada 3 R adalah sebesar 0,85V, atau
0,85 V/100 A 8500 3 R = m =
Dengan cara yang sama diperoleh 9,85/100 98,5 k 3 R = =

Rangkaian Arus Searah (DC)

2.1 Arus Searah (DC)
Pada rangkaian DC hanya melibatkan arus dan tegangan searah, yaitu arus dan tegangan
yang tidak berubah terhadap waktu. Elemen pada rangkaian DC meliputi:
i) baterai
ii) hambatan dan
iii) kawat penghantar
Baterai menghasilkan e.m.f untuk menggerakkan elektron yang akhirnya menghasilkan
aliran listrik. Sebutan “rangkaian” sangat cocok digunakan karena dalam hal ini harus
terjadi suatu lintasan elektron secara lengkap – meninggalkan kutub negatif dan kembali
ke kutub positif. Hambatan kawat penghantar sedemikian kecilnya sehingga dalam
prakteknya harganya dapat diabaikan.
Bentuk hambatan (resistor) di pasaran sangat bervariasi, berharga mulai 0,1 W
sammpai 10 MW atau lebih besar lagi. Resistor standar untuk toleransi ± 10 % biasanya
bernilai resistansi kelipatan 10 atau 0,1 dari:
10 12 15 18 22 27 33 39 47 56 68 82
Sebuah rangkaian yang sangat sederhana terdiri atas sebuah baterai dengan
sebuah resistor ditunjukkan pada gambar 2.1-a. Perhatikan bagaimana kedua elemen
tersebut digambarkan dan bagaimana menunjukkan arah arus (dari kutub positif
melewati resistor menuju kutub negatif).
2 RANGKAIAN ARUS
SEARAH (DC)
8 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 2.1 Rangkaian arus searah : a) Pemasangan komponen dan arah arus dan
b) Penambahan komponen saklar dan hambatan dalam.
Pada gambar 2.1-b, telah ditambahkan dua komponen lain pada rangkaian, yaitu:
i) Sebuah saklar untuk memutus rangkaian.
ii) Sebuah resistor dengan simbol r (huruf kecil) untuk menunjukkan fakta bahwa
tegangan baterai cenderung untuk menurun saat arus yang ditarik dari baterai
tersebut dinaikkan.
Saklar mempunyai dua kondisi:
ON : Kondisi ini biasa disebut sebagai “hubung singkat” (shot circuit), dimana secara
ideal mempunyai karakteristik: V = 0 untuk semua harga I (yaitu R = 0)
OFF : Kondisi dimana arus tidak mengalir atau biasa disebut sebagai “rangkaian
terbuka” (open circuit), secara ideal mempunyai karakteristik: I = 0 untuk
semua harga V (yaitu R = ¥).
Untuk menganalisis lebih lanjut, rangkaian di atas perlu dipahami hukum dasar
rangkaian yang disebut hukum Kirchhoff. Terdapat beberapa cara untuk menyatakan
hukum Kirchhoff, kita coba untuk menyatakan supaya mudah diingat:
Rangkaian Arus Searah (DC) 9
Gambar 2.2 Rangkaian sederhana dengan tiga loop
i) Arus total yang masuk pada suatu titik sambungan/cabang adalah nol (Hukum I,
disebut KCL – Kirchhoff curent law ).
å = 0 n i (2.1)
Arah setiap arus ditunjukkan dengan anak panah, jika arus berharga positif maka
arus mengalir searah dengan anak panah, demikian sebaliknya. Dengan demikian untuk
rangkaian seperti pada gambar 2.2 kita dapat menuliskan:
0
0
1 2 3 - + + =
å =
I I I
in
Tanda negatif pada 1 I menunjukkan bahwa arus keluar dari titik cabang dan jika arus
masuk titik cabang diberi tanda positif.
ii) Pada setiap rangkaian tertutup (loop), jumlah penurunan tegangan adalah nol
(Hukum II, sering disebut sebagai KVL – Kirchhoff voltage law)
å = 0 n V (2.2)
10 ELEKTRONIKA DASAR
Pada gambar 2.2 dengan menggunakan KVL kita dapat menuliskan tiga
persamaan , yaitu:
Untuk loop sebelah kiri : 1 3 3 1 1 0 - E + R I + R I =
Untuk loop sebelah kanan : 0 2 2 2 1 1 - E + R I + R I =
Untuk loop luar : 0 1 3 3 2 2 2 - E + R I - R I + E =
Kembali ke rangkaian pada gambar 2.1, bahwa semua komponen dilewati arus I.
Menurut hukum II berlaku:
0
0
- + + =
å =
E I r I R
Vn (2.3)
jadi besarnya arus yang mengalir tersebut adalah
(R r)
E
I
+
=
Kita tertarik pada
(R r)
R
E
V I R
+
=
=
(2.4)
atau dari persamaan 2.3 diperoleh
V = E - I r (2.5)
Persamaan 2.5 memperlihatkan bahwa tegangan V merupakan hasil penurunan
tegangan akibat adanya beban yang dialiri arus. Simbul r disebut hambatan dalam
baterai. Nampak bahwa V merupakan bagian (fraksi) dari E. Rangkaian semacam ini
biasa disebut sebagai “pembagi tegangan” (akan dibicarakan lebih lanjut).
Rangkaian Arus Searah (DC) 11
2.2 Resistor dalam Rangkaian Seri dan Paralel
Ini merupakan konsep dasar yang memungkinkan kita secara cepat dapat
menyederhanakan rangkaian yang relatif kompleks.
Gambar 2.3 Resistor dalam rangkaian: a) seri dan b) paralel.
Seperti terlihat pada gambar 2.3-a, pada rangkaian seri semua resistor teraliri
arus yang sama. Jika arus yang mengalir sebesar I, kita mempunyai
1 2 3
1 2 3
V / I R R R R
V I( R R R )
= = + +
= + +
(2.6)
Nampak bahwa untuk rangkaian seri, ketiga resistor tersebut dapat digantikan dengan
sebuah resistor tunggal sebesar R.
Pada rangkaian paralel (gambar 2.3-b), nampak bahwa masing-masing resistor
mendapat tegangan yang sama. Jadi
3 3
2 2
1 1
I V / R
I V / R
I V / R
=
=
=
a)
b)
12 ELEKTRONIKA DASAR
dan
÷÷
ø
ö
ç çè
æ
= + +
= + +
1 2 3
1 2 3
1 1 1
/
R R R
V R V
I I I I
2 1 2 3
1 1 1 1
R R R R
= + + (2.7)
atau
1 2 3 G = G + G + G (2.8)
dimana G biasa disebut sebagai konduktansi, jadi G = 1/R, dinyatakan dalam satuan
siemen (dengan simbul S atau mho atau W-1).
2.3 Pembagi Tegangan (Potential Divider)
Biasanya rangkaian ini digunakan untuk memperoleh tegangan yang diinginkan dari
suatu sumber tegangan yang besar. Gambar 2.4 memperlihatkan bentuk sederhana
rangkaian pembagi tegangan, yaitu diinginkan untuk mendapatkan tegangan keluaran
o v yang merupakan bagian dari tegangan sumber I v dengan memasang dua resistor R1
dan R2 .
Gambar 2.4 Rangkaian pembagi tegangan
Rangkaian Arus Searah (DC) 13
Nampak bahwa arus i mengalir lewat R1 dan R2, sehingga
I o S v = v + v (2.9)
v i R1 S = (2.10)
v i R2 o = (2.11)
v i R2 i R1 I = + (2.12)
Dari persamaan 2.10 dan 2.12 diperoleh
v / v R2 / R1 o S = (2.13)
Nampak bahwa tegangan masukan terbagi menjadi dua bagian ( o S v , v ),
masing-masing sebading dengan harga resistor yang dikenai tegangan tersebut. Dari
persamaan 2.11 dan 2.12 kita peroleh
( 1 2)
2
R R
R
v vo I +
= ´ (2.14)
Rangkaian pembagi tegangan adalah sangat penting sebagai dasar untuk
memahami rangkaian DC atau rangkaian elektronika yang melibatkan berbagai
komponen yang lebih rumit.
2.4 Pembagi Tegangan Terbebani
Gambar 2.5 memperlihatkan suatu pembagi tegangan dengan beban terpasang pada
terminal keluarannya, mengambil arus 0 i dan penurunan tegangan sebesar 0 v . Kita
akan mencoba menemukan hubungan antara 0 i dan 0 v . Jika arus yang mengalir
melalui R1 sebesar i seperti ditunjukkan dalam gambar, maka arus yang mengalir lewat
R2 adalah sebesar 0 i - i . Kita mempunyai
1 0 v v i R I - = ´ (2.15)
14 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 2.5 Rangkaian pembagi tegangan terbebani.
Tegangan pada ujung-ujung beban adalah
0 ( 0 ) 2 v = i - i ´ R
2 2 0 0 v = i ´ R - i ´ R (2.16)
Persamaan 2.15 dan 2.16 dapat dituliskan kembali masing-masing menjadi
2 2 1 2 0 v R v R i R R I ´ - ´ = ´ ´
dan
1 1 2 1 2 0 0 v ´ R + i ´ R ´ R = i ´ R ´ R
dari keduanya diperoleh
2 2 1 1 2 0 0 0 v R v R v R i R R I ´ - ´ = ´ + ´ ´
atau
( 1 2) 2 1 2 0 0 v R R v R i R R I ´ + = ´ - ´ ´
atau
( ) ( 1 2)
1 2
1 2
2
0 0 R R
R R
i
R R
R
v vI +
- ´
+
= ´
Rangkaian Arus Searah (DC) 15
v v i RP C = - ´ 0 0 / 0 (2.17)
dimana C v 0 / adalah besarnya tegangan 0 v tanpa adanya beban, yaitu saat 0 0 i = , dan
harga ini disebut sebagai tegangan keluaran saat rangkaian terbuka (open-circuit output
voltage) sebesar
( 1 2)
2
0 / R R
R
v vC I +
= ´ (2.18)
dengan
( 1 2)
1 2
R R
R R
RP
+
= ´ (2.19)
disebut sebagai “rsistansi sumber”, dimana harganya sama dengan resistansi R1 dan
R2 yang dihubungkan secara paralel.
Harga C v 0 / atau RP tergantung pada sifat dari beban, sehingga efek 0 v akibat
besarnya beban dapat dengan mudah dihitung dengan menggunakan penyederhanaan
rangkaian seperti terlihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6 Penyederhanaan rangkaian pembagi tegangan
Suatu contoh sederhana misalkan beban yang terpasang adalah berupa
hambatan sebesar L R , maka tegangan keluaran mengikuti persamaan pembagi tegangan
yaitu sebesar
16 ELEKTRONIKA DASAR
R RP
R
v v
L
L
C +
= ´ 0 0 /
dimana C v 0 / dan RP masing-masing mengikuti persamaan 2.18 dan 2.19.
2.5 Pembagi Arus (Current Divider)
Rangkaian pembagi arus tidaklah sepenting rangkaian pembagi tegangan, namun perlu
dipahami utamannya saat kita menghubungkan alat ukur arus secara paralel.
Gambar 2.7 Rangkaian pembagi arus
Pada gambar 2.7 nampak bahwa v diambil dari resistor R1 dan R2 , jelas bahwa
I S i = i + i 0 (2.20)
i v / R1 S = (2.21)
/ 2 0 i = v R (2.22)
2 R1
v
R
v
iI = + (2.23)
Dari persamaan 2.21 dan 2.22 diperoleh
2
1 0
R
R
i
i
S
= (2.24)
Rangkaian Arus Searah (DC) 17
atau
1
2 0
G
G
i
i
S
= (2.25)
dimana G = 1/ R = konduktasi.
Persamaan 2.25 menunjukkan bahwa arus masukan terbagi menjadi dua bagian
( 0 i dan S i ), masing-masing sebanding dengan besarnya harga konduktansi yang
dilewati arus tersebut. Dari persamaan 2.22 dan 2.23 diperoleh
/ 2 0 i = v R
÷
ø
ö ç
è
æ
+
÷
ø
ö ç
è
= æ
1 2
1
2 0 R G G
i
i I
1 2
2
0 G G
G
i iI +
= ´ (2.26)
Jadi arus keluaran 0 i merupakan bagian (fraksi) dari arus masukan.
2.6 Teorema Thevenin
Kembali pada pembahasan pembagi tegangan yang terbebani, hasil yang diperoleh dari
penyederhanaan rangkaian merupakan salah satu kasus dari teorema Thevenin. Secara
singkat teorema Thevenin dapat dikatakan sebagai berikut.
“Jika suatu kumpulan rangkaian sumber tegangan dan
resistor dihubungkan dengan dua terminal keluaran, maka
rangkaian tersebut dapat digantikan dengan sebuah
rangkaian seri dari sebuah sumber tegangan rangkaian
terbuka C v 0 / dan sebuah resistor RP ”
Gambar 2.8 menunjukkan suatu jaringan rangkaian yang akan dihubungkan
dengan sebuah beban L R . Kombinasi seri C v 0 / dan RP pada gambar 2.8-d merupakan
rangkaian ekivalen/setara Thevenin.
18 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 2.8 Skema terbentuknya rangkaian setara Thevenin
Ada beberapa kondisi ekstrem dari rangkaian pada gambar 2.8, seperti misalnya
saat = ¥ L R dan = 0 L R . Harga = ¥ L R berada pada kondisi rangkaian terbuka,
seolah-olah L R dilepas dari terminal keluaran, dengan demikian diperoleh tegangan
rangkaian terbuka sebesar C V 0 / (lihat gambar 2.8-b). Saat = 0 L R (gambar 2.8-c)
berarti rangkaian berada pada kondisi hubung singkat (kedua ujung terminal terhubung
langsung) dengan arus hubung singkat S C I / sebesar
RP
V
I C
S C
0 /
/ = (2.27)
Rangkaian Arus Searah (DC) 19
Pada beberapa rangkaian, perhitungan V0 / C ataupun S C I / kemungkinan sangat
sulit untuk dilakukan. Langkah yang paling mudah adalah dengan menghitung harga
RP (harga resistansi yang dilihat dari kedua ujung terminal keluaran). Dalam hal ini
RP dihitung dengan melihat seolah-olah tidak ada sumber tegangan.
2.7 Teorema Norton
Teorema ini merupakan suatu pendekatan analisa rangkaian yang secara singkat dapat
dikatakan sebagai berikut.
“Jika suatu kumpulan rangkaian sumber tegangan dan
resistor dihubungkan dengan dua terminal keluaran, maka
rangkaian tersebut dapat digantikan dengan sebuah
rangkaian paralel dari sebuah sumber arus rangkaian
hubung singkat N I dan sebuah konduktansi N G ”
Gambar 2.9 Skema terbentuknya rangkaian setara Norton
20 ELEKTRONIKA DASAR
Pada gambar 2.9, rangkaian setara Norton digambarkan dengan kombinasi
paralel antara sebuah sumber arus N I dan sebuah konduktan N G (lihat gambar 2.9-d).
Jika rangkaian ini akan dibebani dengan sebuah beban konduktan L G , maka ada dua
harga ekstrem yaitu = ¥ L G dan = 0 L G . Harga = ¥ L G (atau = 0 L R ) berada pada
kondisi hubung singkat dan arus hubung singkat S C I / sama dengan N I . Sedangkan
harga = 0 L G (atau = ¥ L R ) berada pada kondisi rangkaian terbuka, dimana terlihat
bahwa C V 0 / merupakan tegangan rangkaian terbuka. Dengan demikian untuk rangkaian
setara Norton berlaku
N S C I I / = dan
C
N
N V
I
G
0 /
= (2.28)
Soal Latihan
Perhatikan rangkaian berikut:
i) Dengan menggunakan teorema Thevenin, tentukan arus yang mengalir pada
resistor 3 ohm.
ii) Dengan menggunakan teorema Norton, tentukan arus yang mengalir pada
resistor 3 ohm.

Arus dan Tegangan Listrik 1

1.1 Pengertian Arus Listrik (Electrical Current)
Kita semua tentu paham bahwa arus listrik terjadi karena adanya aliran elektron dimana
setiap elektron mempunyai muatan yang besarnya sama. Jika kita mempunyai benda
bermuatan negatif berarti benda tersebut mempunyai kelebihan elektron. Derajat
termuatinya benda tersebut diukur dengan jumlah kelebihan elektron yang ada. Muatan
sebuah elektron, sering dinyatakan dengan simbul q atau e, dinyatakan dengan satuan
coulomb, yaitu sebesar
q » 1,6 ´ 10-19 coulomb
Misalkan kita mempunyai sepotong kawat tembaga yang biasanya digunakan
sebagai penghantar listrik dengan alasan harganya relatif murah, kuat dan tahan
terhadap korosi. Besarnya hantaran pada kawat tersebut hanya tergantung pada adanya
elektron bebas (dari elektron valensi), karena muatan inti dan elektron pada lintasan
dalam terikat erat pada struktur kristal.
Pada dasarnya dalam kawat penghantar terdapat aliran elektron dalam jumlah
yang sangat besar, jika jumlah elektron yang bergerak ke kanan dan ke kiri sama besar
maka seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun jika ujung sebelah kanan kawat
menarik elektron sedangkan ujung sebelah kiri melepaskannya maka akan terjadi aliran
elektron ke kanan (tapi ingat, dalam hal ini disepakati bahwa arah arus ke kiri). Aliran
elektron inilah yang selanjutnya disebut arus listrik.
Besarnya arus listrik diukur dengan satuan banyaknya elektron per detik, namun
demikian ini bukan satuan yang praktis karena harganya terlalu kecil. Satuan yang
dipakai adalah ampere, dimana
1 ARUS DAN TEGANGAN
LISTRIK
2 ELEKTRONIKA DASAR
i= dq/dt
1 ampere = 1coulomb/det.
Contoh di bawah ini menggambarkan besarnya arus listrik untuk beberapa
peralatan:
Stasiun pembangkit ................... 1000 A
Starter mobil ................... 100 A
Bola larnpu ................... 1 A
Radio kecil ................... 10 mA
Jam tangan ................... 1 mA
1.2 Pengertian Tegangan (Voltage)
Akan mudah menganalogikan aliran listrik dengan aliran air. Misalkan kita
mempunyai 2 tabung yang dihubungkan dengan pipa seperti pada gambar 1.1. Jika
kedua tabung ditaruh di atas meja maka permukaan air pada kedua tabung akan sama
dan dalam hal ini tidak ada aliran air dalam pipa. Jika salah satu tabung diangkat maka
dengan sendirinya air akan mengalir dari tabung tersebut ke tabung yang lebih rendah.
Makin tinggi tabung diangkat makin deras aliran air yang melalui pipa.
Gambar 1.1 Aliran air pada bejana berhubungan
Terjadinya aliran tersebut dapat dipahami dengan konsep energi potensial.
Tingginya tabung menunjukkan besarnya energi potensial yang dimiliki. Yang paling
Arus dan Tegangan Listrik 3
penting dalam hal ini adalah perbedaan tinggi kedua tabung yang sekaligus menentukan
besarnya perbedaan potensial. Jadi semakin besar perbedaan potensialnya semakin
deras aliran air dalam pipa.
Konsep yang sama akan berlaku untuk aliran elektron pada suatu penghantar.
Yang menentukan seberapa besar arus yang mengalir adalah besarnya beda potensial
(dinyatakan dengan satuan volt). Jadi untuk sebuah konduktor semakin besar beda
potensial akan semakin besar pula arus yang mengalir.
Perlu dicatat bahwa beda potensial diukur antara ujung-ujung suatu konduktor.
Namun kadang-kadang kita berbicara tentang potensial pada suatu titik tertentu. Dalam
hal ini kita sebenarnya mengukur beda potensial pada titik tersebut terhadap suatu titik
acuan tertentu. Sebagai standar titik acuan biasanya dipilih titik tanah (ground).
Lebih lanjut kita dapat menganalogikan sebuah baterai atau accu sebagai tabung
air yang diangkat. Baterai ini mempunyai energi kimia yang siap diubah menjadi energi
listrik. Jika baterai tidak digunakan, maka tidak ada energi yang dilepas, tapi perlu
diingat bahwa potensial dari baterai tersebut ada di sana. Hampir semua baterai
memberikan potensial (tepatnya electromotive force - e.m.f) yang hampir sama
walaupun arus dialirkan dari baterai tersebut.
1.3 Hukum Ohm
Pada sebagian besar konduktor logam, hubungan arus yang mengalir dengan potensial
diatur oleh Hukum Ohm. Ohm menggunakan rangkaian percobaan sederhana seperti
pada gambar 1.2. Dia menggunakan rangkaian sumber potensial secara seri, mengukur
besarnya arus yang mengalir dan menemukan hubungan linier sederhana, dituliskan
sebagai
V = IR (1.1)
dimana R = V/I disebut hambatan dari beban. Nama ini sangat cocok karena R menjadi
ukuran seberapa besar konduktor tersebut menahan laju aliran elektron.
Awas, berlakunya hukum ohm sangat terbatas pada kondisi-kondisi tertentu,
bahkan hukum ini tidak berlaku jika suhu konduktor tersebut berubah. Untuk materialmaterial
atau piranti elektronika tertentu seperti diode dan transistor, hubungan I dan V
tidak linier.
4 ELEKTRONIKA DASAR
Gambar 1.2 Rangkaian percobaan hukum Ohm
1.4 Daya (Power)
Misalkan suatu potential v dikenakan ke suatu beban dan mengalirlah arus i seperti
diskemakan pada gambar 1.3. Energi yang diberikan ke masing-masing elektron yang
menghasilkan arus listrik sebanding dengan v (beda potensial). Dengan demikian total
energi yang diberikan ke sejumlah elektron yang menghasilkan total muatan sebesar dq
adalah sebanding dengan v ´ dq.
Energi yang diberikan pada elektron tiap satuan waktu didefinisikan sebagai
daya (power) p sebesar
p= v dq/dt = vi (1.2)
dengan satuan watt
dimana 1 watt = 1 volt ´ 1 amper
Arus dan Tegangan Listrik 5
Gambar 1.3 Aliran arus pada beban karena potensial v
1.5 Daya pada Hambatan (Resistor)
Jika sebuah tegangan V dikenakan pada sebuah hambatan R maka besarnya arus yang
mengalir adalah
I = V / R (hukum Ohm)
dan daya yang diberikan sebesar
P = V´ I
= V2/R
= I2R (1.3)
Untuk kasus tertentu persoalannya menjadi lain jika potensial yang diberikan
tidak konstan, misalnya berbentuk fungsi sinus terhadap waktu (seperti pada arus bolakbalik)
v = V sin w t
dengan demikian
i = v/R
= (V/R) sin w t
􀀀




6 ELEKTRONIKA DASAR
dan
p = v ´ i
= (V2/R) sin2 w t (1.4)
p selalu berharga positif sehingga daya akan selalu hilang pada setiap saat, berubah
menjadi panas pada hambatan. Daya tersebut selalu berubah setiap saat, berharga nol
saat sin wt = 0, dan maksimum sebesar V2/ R saat sin w t = 1.
Untuk menentukan efek pemanasan dari isyarat di atas, persamaan daya di atas dapat
dituliskan sebagai
p (V 2 / R)(1 cos2wt)
2
= 1 -
cos 2wt akan berharga positif atau negatif sama seringnya, sehingga rata-ratanya adalah
nol. Dengan demikian daya rata-rata yang hilang sebesar
P (V / R) (V / 2) / R
2 2
2
= 1 =
Ini merupakan daya yang hilang pada R jika tegangan konstan / 2 p V dikenakan
padanya. Harga V V p / 2 = 0,707 sering digunakan sebagai ukuran jika tegangan sinus
digunakan pada suatu rangkaian dan harga tegangan tersebut sering disebut sebagai
harga root-mean-square (RMS). Dalam hal ini kita harus berhati-hati untuk
menentukan 3 pengukuran yang dipakai, yaitu
Harga RMS = / 2 p V
Amplitudo puncak = Vp
Harga puncak-ke-puncak = 2Vp